Powered By Blogger

Tuhan menyerukan kepada hambanya untuk membaca Dengan membaca Kita Dapat Mengetahui Apa yang Belum Kita Ketahui,,, Disamping itu, Bukalah Pengalaman Anda Melalui Mencoba,, Karena Belajar dengan Pengalaman Lebih Enak Kita Pahami

Rabu, 10 Februari 2010

MISI ISLAM

Hari ini aku ngepostingin tulisannya bang Arief B. Iskandar di Edisi Alwa’ie No. 89 Tahun VIII, 1-31 januari 2008 tentang misi islam.

MISI ISLAM

Ruba’i Bin Amir melaju cepat dengan kudanya. Ia menuju perkemahan Rustum. Panglima Pasukan Kerajaan Persia saat itu. Setibanya disana, ia mendapati pembesarnya berpakaian kenegaraan. Majelis mereka dihiasi dengan hamparan permadani dan sutera yang serba mahal. Rustum duduk di singgasananya, ia memakai mahkota emas yang duhiasi dengan batu permata yang serba mahal. Sebaliknya, Ruba’i bin Amir, Panglima Pasukan kaum Muslim itu, hanya berpakaian kasar dan sederhana.
Ruba’i bin Amir langsung masuk ke perkemahan itu tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Iatetap menunggang kudanya dan membiarkannya kaki kuda itu mengotori haparan permadani yang serba mahal itu. Tiba-tiba ia berhenti, kemudian turun dari kudanya sebelum sampai di hadapan Rustum yang enantinya. Rupanya, Rustum telah sengaja memasang sebuah palang besi setinggi setengah badan. Dengan itu dia berharap Pemimpin Pasukan Muslim itu mau berjalan menghadap dirinya dengan membungkukkan badannya. Namun Ruba’i bin Amir tak kalah cerdik, Dia kemudian membalikkan tubuhnya, lalu berjalan mundur seraya membungkukkan badannya sehingga pantatnya menunggingi sang Panglima Persia itu.
Ruba’i bin Amir lalu berjalan menghadap Rustu dengan tetap menyandang tombaknya. Seketika itu pula hamparan permadani itu terkoyak-koyak oleh senjatanya. Melihat itu, para pembesar itu segera berseru, “letakkan senjata itu!”.
Rubai menjawab, “aku datang kemari hanyalah atas undangan kalian. Jika kalian suka, biarkan aku dalam keadaaanku sepert ini. kalau tidak aku pulang.”
“biarkan dia menghadap!” kata panglima Rustum.
Rustum lalu mengajukan sebuah pertanyaan, “apa yang mendorong kalian datang ke negeri kami?”.
Ruba’i bin Amir, yang berdiri tegak penuh wibawa menjawab dengan tegas, “kami datang datang untuk membebaskan manusia dari penyembahan sesama manusia ke penyembahan kepada Allah; dari kesempitan ke keluasaannya; dan dari kezaliman agama-agama ke keadilan islam.”
Begitulah Ruba’i bin Amir. Ia menjelaskan bahwa kedatangan pasukan negara islam ke negeri persia bukan karena ambisi ekonomi atau politik demi mengeksploitasi bangsa/negara yang di kuasai. Sebaliknya, kedatangan mereka membawa misi luhur : memerdekakan manusia dari segala bentuk penindasan; menebarkankebaikan, rahmat dan hidayah; serta menerangi jalan hidup dan melenyapkan kezaliman yang membelenggu mereka. Inilah misi mulia yang di emban daulah islam dalam setiap ekspansinya.
Sebelum Ruba’i bin Amir, utusan lain yang datang kepada Rustum adalah Mughirah bin Syu’bah. Seperti di tulis oleh ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, Mughirah bin Syu’bah juga menyampaikan jawaban yang sama ketika di tanya rusum. “dunia bukanlah tujuan kami. Cita-cita dan tujuan kami adalah akhirat. Allah telah mengutus kepada kami Rasuk dan ia berkata kepadanya (yang maknanya) : Aku telah memberikan kekuasaan kepada kaum ini (kaum muslim) atas orang-orang yang tidak tunduk pada agama-Ku.”
Rustum bertanya lagi, “Agama apakah itu?”
Mughirah bin Syu’bah menjawab, “Pilar yang tegak di atas kesaksian, bahwa idak ada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, serta pengakuan atas semua yang datang dari-Nya.” (ibn Katsir,Al-Bidayah wa an-Nhayah, IV/43).
Fragmen diatas setidaknya memberikan pelajaran berikut :
a. Politik luar negeri daulah islam adalah dakwah jihad. Inilah yang di praktikkan rasululah saw. Saat mengepalai pemerintah negara islam di Madnah, juga oleh Khulafaur Rasyidindan para khalifah setelah mereka sepanjang sejarah kekhilafiahan islam.
b. Ekspansi daulah islam tidaklah dimaksudkan untuk tujuan-tujuan duniawi, tetapi juga untuk tujuan-tujuan mulia : menyebarkan risalah tauhid yang substansinya adalah membebaskan manusia dari penghambaan hanya kepada penguasa manusia, Allah SWT.
Misi ideologis islam inilah yang tidak dimiliki negara-negara muslim saat ini, bahkan yang mengklaim sebagai negara islam seperti Arab Saudi, Iran dsb. Pasalnya, islammemang tidak dijadikan sebagai ideologi negara mereka. Islam paling banter hanyamenjadi falsafah negara, sementara dasar negara mereka yang sebenarnya adalahsekularisme. Wajarlah jika negara-negara muslim dunia islam saat ini tidak memiliki wibawa, bahkan harga diri di hadapan negara-negara kafir. Para penguasanya cenderung tidak mandiri. Mereka tunfuk pada kekuatan negara-negara kafir imperialis. Karena itu, alih-alih memiliki misi untuk menyebarkan risalah islam dengan dakwah dan jihad ke seluruh dunia. Untuk mencegah negara-negara mereka dari intervensi negara-negara kafir imperialispun mereka tak berdaya.
Kondisi ini sangat kontras dengan kondisi negara islam pada zaman nabi Saw, juga dengan kondisi kekhilafiahan islam pada masa khulafaur Rasyidin maupun para khilafah setelah mereka, yang begitu disegani bahkan ditakuti oleh negara-negara besar saat itu : Persia dan Romawi
Kewibawaan daulah islam atau khilafah islam di hadapan negara-negara adidaya kafir saat itu antara lain tercermin dari sikap panglima pasukan muslim, Ruba’i Bin Amir di atas. Orang-orang seperti Ruba’i Bin Amir tidak pernah kehilangan nyali ketika berhadapan dengan penguasa negara besar.
Sumber
Alwa’ie No. 89 Tahun VII, 1-31 Januai 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulisan ini Belum tentu sempurna, saran dan kritikan anda sangat di harapkan,,,